Andi Siti Tri Insani Kini Indonesia berada di pertengahan tahun 2019. Pada awal tahun telah dilaksanakannya pemilihan umum secara seran...
Andi Siti Tri Insani |
Kini Indonesia berada di pertengahan tahun 2019. Pada awal
tahun telah dilaksanakannya pemilihan umum secara serantak atau disebut sebagai
tahun pemilu. Berbagai aksi dan antisipasi masyarakat dalam menyambut tahun
pemilu ini, hingga mengukir sejarah baru untuk Indonesia. Segala polemik yang telah
terjadi hingga sekarang ini, terkhusus beredarnya kabar pemindahan ibu kota
yang cukup menghipnotis masyarakat dari berbagai kalangan. Diputuskannya
pemindahan ibu kota negara dibeberkan langsung oleh Presiden joko Widodo,
setelah melakukan rapat pemerintahan pada tanggal 29 april 2019. Secara
konstitusional telah ditetapkannya Jakarta sebagai Ibu kota Negara melalui
undang-undang No. 10 tahun 1964. Awal
sejarah sebelum bernama Jakarta, dahulunya diberi nama Kota Batavia pada masa
pemerintahan Hindia Belanda diawal abad ke-20.
Berbagai upaya dan strategi dilakukan oleh pemerintahan
Hindia Belanda untuk mengubah wilayah ibu kota Batavia ke Kota Bandung. Meski pada akhirya gagal dikarenakan adanya
perang dunia II dan permasalahan pemerintahan. kala itu, sejarah ibu kota
negara terukir jelas dalam puluhan tahun peristiwa, hingga sekarang ini
digantikan oleh Kalimantan Timur yang diemban langsung oleh Presiden RI. Dilansir
oleh Kompas.com pemindahan ibu kota
sudah masuk dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2025, Yoga Sukmana (9/5/19). Pada 26 Agustus 2019, diumumkannya secara resmi atas
pemindahan ibu kota di wilayah administratisi tepatnya Kabupaten Penajam Paser
Utara berbatasan dengan Kabupaten Kutai Kartanegara.
Bercermin pada sejarah ibu kota negara yang sejak
dininya dihiasi berbagai perjuangan hingga sekarang ini, tentu menyisahkan
gunda dan ketidak relaan bila pindahnya ibu kota. Akan tetapi, bertapak tilas
pada kondisi Kota Jakarta yang semakin padat dan tidak strategisnya jika masih
dijadikan Jakarta sebagai pusat administrasi. Maka dari itu, diusulnya
pemindahan ibu kota negara oleh beberapa pejabat yang berpengaruh pada
perpolitikan Indonesia. Salah satunya mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono
berpihak untuk menyusun pusat politik dan administrasi Indonesia. Hal ini
dikarenakan, masalah lingkungan dan kelebihan populasi yang terus meningkat. kemudian,
usulan ibu kota diluar pulau jawa dianggap pilihan yang tepat, mengingat Pulau
Kalimantan relatif aman dari ancaman gempa bumi atau jauh dari batas
konvergensi.
Setelah mempertimbangkan kondisi negara untuk
memindahkan ibu kota, bukan berarti tidak lagi memperhatikan kondisi
masyarakat. Keluhan masyarakat terhadap mirisnya ekonomi, banjir, rusaknya
ekosistem , polusi buruk, macet, dan sampah yang belum tertangani. Lantas
apakah pindahnya ibu kota adalah solusinya?, akankah adanya kesejahtehteraan
baru masyarakat?. Lalu, akankah Pulau Kalimantan Timur akan menjadi kota
metropolitan?, dan tindakan ini menjadi suatu terobosan atau kegagalan. Kedilemaan
yang menyesakkan dada, masyarakat Kota Jakarta dan Kalimantan Timur
berkontroveksi tentang ini.
Pro dan kontra terjadi di masyarakat Kota Kalimantan
Timur, sebagian warga antusias mendengar pindahnya ibu kota, dan sebagian warga
merasa khawatir dikarenakan akan direnggut tempat tinggalnya. secara geografis
dan ekosistem melahirkan faktor pendukung pindahnya ibu kota. Seperti, Jakarta
yang kelebihan populasi, dan mobilitas yang semakin tinggi. Akan tetapi, nasib masyarakat Kota Jakarta menjadi masalah
jika pemindahan ibu kota sekadar pemindahan gedung dan kantor. Kemudian, akan berdampak pada jutaan pegawai intitusi,
serta anggaran dana yang tidak sedikit. Mengingat utang negara semakin mencuak
dan kebutuhan dana untuk pindahnya ibu kota pun tidak sedikit.
Dilansir dari Tirto.id
oleh Hendra Friana (15/8/19), utang luar negeri (ULN) mencapai 2.792
triliun. Meningkatnya ULN sejalan dengan presepsi positif investor asing
terhadap kondisi perekonomian Indonesia. Hal ini menjadi duka negara, hutang yang
terus bertambah bebarengan dengan bunga hutangnya menjadi beban. Usut punya
usut pemerintahan mulai melelang Jalan Tol dengan harga 15 triliun di ibu kota
baru. Tepatnya Balikpapan-Penajem Paser Utara tengah. Ibarat gali lubang tutup
lubang, rancangan pemindahan ibu kota menjadi abstrak di mata publik.
Pemindahan ibukota memakan dana mencapai 466 triliun,
pemerintah meredam kekhawatiran masyrakat dengan mengatakan akan bermitraan
dengan swasta asing. Bila dipahami lebih dalam, bermitraan dengan swasta asing
tentu keuntungan yang diperoleh tidak sepenuhnya untuk rakyat. Bahkan boleh
jadi, menjadi keuntungan swasta asing dan menambah beban rakyat. Memikirkan
pindahnya ibu kota dalam keadaan ekonomi sedang terpuruk, dan kondisi Jakarta
saat ini memprihatinkan. Selain itu, dijelaskannya pemindahan ibu kota untuk
mendapatkan tempat yang aman dari bencana alam serta pembaruan ekosistem.
Dilansir di ccnindonesia.com, dikatakan oleh Lembaga Ilmu Pengtahuan Indonesia
(LPI) menjelaskan potensi gempa yang paling tinggi di Pulau Kalimantan tepatnya
Kalimantan timur. Hal ini diartikan tidak adanya alasan yang mampu meredam
masyarakat untuk memindahkan ibu kota. Pengamat Tata kota nirwono Yoda dari
Universitas trisakti menilai rencana ini sebagai hal sia-sia. Dikarenakannya
pemerataan ekonomi dan baiknya ekosistem, diunggah oleh citra Afrilianti
anggota muslimah Study Club Babel.
Penulis : Andi Siti Tri Insani
Editor : Ega Syafira
Tidak ada komentar