Page Nav

5

Grid

GRID_STYLE

IAIN Parepare

IAIN Parepare

Postingan Populer

Classic Header

{fbt_classic_header}

Postingan Populer

Breaking News:

latest

Memaknai Fitrah Manusia

Muhammad Qadaruddin, Ketua Program Studi Jurnalistik Islam, IAIN Parepare. Opini -- Fase 10 hari terakhir di bulan ramadan, merupakan har...

Muhammad Qadaruddin
Muhammad Qadaruddin, Ketua Program Studi Jurnalistik Islam, IAIN Parepare.

Opini -- Fase 10 hari terakhir di bulan ramadan, merupakan hari yang ditunggu-tunggu bagi kaum muslim, selain turunnya lailatul qadr, 10 hari terakhir merupakan hari turunnya juga THR. Pada hari itu masyarakat sudah mulai mempersiapkan hari idul fitri, dengan memperbanyak qiyam lail, bersedekah, tidak terlupakan membeli baju, membuat kue lebaran, mudik. Tak tanggung tanggung tradisi yang dilakukan dalam jangka waktu yang relative singkat dapat menghabiskan anggaran puluhan juta rupiah, hingga ratusan juta rupiah. Bulan ramadhan seharusnya fokus pada peningkatan ibadah yang dapat membawa pada situasi yang fitrah. 

Kata fitri satu akar dengan kata fitrah yang berarti kejadian asal yang suci, kata fitrah mempunyai pengertian yang sama dengan Khilqah yang berarti ciptaan atau penciptaan. Dalam penegrtian ini segala segi kehidupan, makan, minum, tidur adalah fitrah, karena itu berbuka puasa disebut dengan iftar, yang berarti memenuhi fitrah. Kata pertama yang merangkai kata “Idul Fitri” adalah kata id. Kata id berarti kembali serumpun dengan kata “adatun dan istiadatun” yang berarti kembali, orang sufi menganalnya dengan kata taubat, oleh karena itu idul fitri adalah momentum untuk menyadari dosa, mengakui dosa, dan tidak lagi mengulangi dosa yang telah dilakukan ((Waryono Abdul Ghafur, Tafsir Sosial, 2005)

Terdapat beberapa pendapat tentang fitrah seperti yang tertulis dalam surah ar-Rum ayat 30. Ada yang berpendapat bahwa (1) fitrah adalah keyakinan tentang keesaan Allah yang telah ditanamkan Allah dalam diri setiap insan, hal ini berdasarkan hadis nabi “bahwa semua yang lahir dilahirkan atas dasar fitrah, kemudian kedua orang tuanya yang menjadikannya yahudi, Nasrani, dan Majusi (HR Bukhari, Muslim, Ahmad melalui Abu Hurairah) (2) fitrah sebagai penerimaan kebenaran dan kemantapan individu dalam penerimaannya (3) fitrah sebagai keadaan atau kondisi penciptaan yang terdapat pada diri manusia yang menjadikannya berpotensi melalui fitrah itu mampu mengenal Tuhan dan syariatnya (4) fitrah sebagai unsur-unsur dan sistem yang dianugrahkan Allah kepada makhluknya (Qurais Shihab. 2002:53-54) Fitrah yang dimaksud adalah unsur-unsur manusia mencakup jasmani, rohani, nafs, dan iman.

Pertama Fitrah iman bahwa pembawaan manusia sejak lahir adalah bersih, suci atau cenderung ke hal-hal yang positif “semua anak yang lahir dalam keadaan fitrah” jadi jika ada yang mengingkari adanya Allah berarti dia mengingkari fitrahnya sendiri. Kedua Fitrah Jasmaniah, pembentukan jaringan tubuh manusia sejak janin, pembentukan sel-sel hingga terbentuk sistem jaringan tubuh manusia, maka yang menjadi pertanyaan adalah siapa yang telah memberi perintah kepada sel-sel hingga membentuk sistem jaringan tubuh manusia, sementara sel-sel itu tidak berakal dan tidak berperasaan, kenapa sel-sel dapat membaca informasi sehingga mampu membentuk jaringan mata, teliga dan lain sebagainya? Jawabannya adalah Allah Swt. Ketiga Fitrah nafs, fitrah nafs adalah paduan antara fitrah jasmani dan fitrah rohani, ia memiliki tiga komponen: kalbu, akal, dan nafsu. Keempat, fitrah Akal Pikiran “la dina liman la aqla lahu”  tidak beragama seseorang yang tidak ada akalnya. Kelima Fitrah Rohania, ruh adalah potensi menjadikan manusia mengenal tuhannya, menjadikan manusia dapat berkomunikasi dengan Tuhannya, ruh ini pula yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Oleh karena itu bulan suci ramadhan ini mengantar manusia kembali pada fitrahnya (Anwar Sutoyo: Manusia Dalam al-Quran:2015)

Hari Raya Fitrah bagi umat yang telah berjuang menahan hawa nafsu, hati kita penuh rasa syukur yang tak terukur ke kehadirat Allah Swt. Hari raya Fitrah adalah hari kemenangan yang gemilang bagi mereka yang taat dan penuh khusyu berpuasa selama satu bulan di bulan ramadhan, oleh karena itu sudah pantaslah umat Islam yang telah berjuangan melawan hawa nafsu merayakan hari raya idul fitri.

Hari Raya Idul Fitri merupakan hari kemenangan yang ditunggu-tunggu oleh setiap muslim di berbagai belahan dunia yang melaksanakan puasa. Dengan berbagai persiapan dalam menyambutnya. Tradisi dalam menyambut hari raya idul fitri misalnya mudik, membuat kue-kue khas lebaran, membeli baju baru, mempersiapkan angpau, dan lain-lain.

Hari raya Fitrah itu hendaklah seluruh potensi umat manusia dikerahkan untuk menyambut hari berbahagia itu dengan segala kekhitmatan. Ia harus disambut bukan dengan cara membakar-bakar petasan yang mubadzir dan bukan pula dengan cara ketupat dan makanan yang berlebihan serta bukan dengan baju baru, seperti ungkapan yang mengatakan “Laisal 'Id liman labisal jadiid walakinnal 'Id liman tha'atuhu yazid berlebaran itu bukan untuk mereka yang berpakaian bagus akan tetapi berlebaran untuk mereka yang ketaatannya bertambah. Hari raya idul fitri harus disambut dengan mengagungkan Tuhan, mengumandangkan takbir, mulai dari malam lebaran hingga khatib naik di mimbar.

Herbert Benson (2000) seorang dokter di Harvard Medical School yang meneliti tentang efektivitas do’a disimpulkan bahwa ketika seseorang terlibat secara mendalam dengan do’a yang diulang-ulang (repetitive prayer) ternyata akan membawa berbagai perubahan fisiologis atau kejiwaaan, antara lain berkurangnya kecepatan jantung, menurunnya kecepatan nafas, menurunnya tekanan darah, melambatnya gelombang otak dan pengurangan menyeluruh kecepatan metabolisme, kondisi ini disebut sebagai meknisme respon rileksasi. (M.A. Subandi Psikologi Agama dan Kesehatan Mental, 2013: 123) oleh karena itu takbir yang senantiasa dikumandangkan akan memberikan respon rileksasi pada diri manusia.

Selain itu hari raya idul fitri  harus disambut dengan salat ‘Id yang Khusyu, mengeluarkan zakat fitrah, mandi terlebih dahulu sebelum salat, memakai pakaian yang bersih dan harum, tempat salat hendaknya di lapangan, hari raya Fitrah juga memberikan pula kesempatan yang baik bagi sesama manusia untuk menrajut kembali hubungan yang terputus, renggang, maka momentum ini dapat digunakan untuk saling memaafkan (Nasaruddin Razak. Dienul Islam.1984:208-209) Kata ma’af dalam al-Qur’an diistilahkan dengan kata al-‘afwu, yang berarti “menghapus”, karena prilaku mema’afkan itu sebenarnya adalah menghapus bekas-bekas luka yang terdapat di dalam hati.

Cara mengerjakan salat idul Fitri, pertama tidak dengan adzan hanya bilal menyerukan takbir dan “asshalatul jama’ah” kedua, dikerjakan dengan berjamaah dan imam mengeraskan bacaannya. Ketiga, setelah takbiratu ihram serta niat, kemudian doa iftitah seperti salat biasa. Keempat, takbir 7 kali antara takbir satu dengan yang lainnya di sunnahkan membaca doa. Kelima,membaca al Fatihah. Keenam, pada rakaat ke dua takbir lagi 5 kali. Keenam, membaca alfatihah dan surat pendek, sunnat membaca surat al Ghasyiyah. Ketujuh setelah selesai salat maka dibacakan khutbah, syarat dan rukun khutbah sama dengan khutbah jumat, hanya ada perbedaan sebagaimana berikut, khatib tidak duduk setelah bilal mengumandankan bilalnya juga tidak ada adzan, pada hari raya idul fitri sunat membaca takbir mulai terbenan matahari penghabisan puasa sampai imam masuk salat hari raya, semua orang yang dapat keluar maka sunat keluar rumah mengerjakan salat bagi perempuan yang berhalangan cukup mendengarkan khutbah (KH. Imam Zarkasyi. Fiqhi I. 1990)

 

 

Tidak ada komentar