Virus Corona dan Perubahan Perilaku Beragama Muhammad Qadaruddin Abdullah (Ketua Prodi Jurnalistik Islam IAIN Parepare) ...
Virus Corona dan Perubahan Perilaku Beragama
Muhammad Qadaruddin Abdullah
(Ketua Prodi
Jurnalistik Islam IAIN Parepare) |
Egoisme beragama menyebabkan tertutupnya
pintu ijtihad, agama seakan berjalan pada relnya sendiri, tidak bersinergi
dengan ilmu pengetahuan. Mereka meyakini bahwa agama sumber kebenaran. Hal ini
tidak salah “agama memang sumber segala kebanaran”, namun perlu diketahui bahwa
beragama bukan sekedar mengikuti ritual belaka, akan tetapi beragama dengan
pengetahuan. Kita masih mengingat bagaimana pada zaman romawi pertarungan
antara kaum agamawan dan kaum intektual, bagi kaum agamawan mengatakan bahwa
matahari yang mengelilingi bumi, akan tetapi hal ini dibantah oleh kaum
intelektual bahwa bumilah yang mengelilingi matahari. Berdasarkan kisah ini
maka ada hikmah yang perlu diambil bahwa, masing-masing memiliki pendekatan
dalam melihat suatu kebenaran ada yang melihat dari sisi pendekatan ilmiah dan
ada yang melihat dari sisi doktrin agama. Serahkanlah suatu urusan itu kepada
ahlinya. Apalagi pada persoalan virus corona tidak ada pertentangan ulama dan
ilmuan, mereka bersepakat bahwa pedemi virus corona adalah sesuatu yang mudharat, namun masih banyak juga yang
tidak mengikuti petunjuk para ulama dan ilmuan.
Para ulama melakukan Kritik atas sunnah
bertujuan untuk memahami lebih dalam teks dengan melihat kondisi sosial budaya
masyarakat pada saat itu dan masyarakat saat ini, banyak orang menyalahkan
orang lain yang tidak sepaham dengan pendapatnya padahal, setiap pendapat
memiliki landasan dan metode mencari kebenaran, hanya saja diperlukan kredibilitas
dalam berpendapat, al quran sebagai grand teori, hadis, sunnah sebagai midle teori, ijtihad sebagai operasional teori, ketiganya menjadi pendukung
teori agar al-quran dapat diimplementasikan, otoritas Nabi dalam
menginterpretasi al-quran.
Disebutkan dalam al-quran tentang wewenang dan ketaatan kita terhadap Rasulullah
untuk melaksanakan sunnah rasulullah, akan tetapi banyak yang berpendapat bahwa
sunnah itu hanya cocok pada masanya, model pada masanya dan tidak cocok lagi
dengan masa sekarang, akan tetapi ada yang berpendapat bahwa sunnah rasulullah
perlu dilakukan koreksi dan verifikasi dalam mengkonstruk sunnah pada masa saat
ini sesuai dengan kondisi sosial dan budaya karena rasulullah juga pada saat
memberikan hadis dan sunnah melihat konstekstualnya, konstekstual hadis berarti
memahami makna hadis, sunah dengan melihat illat, konteks, tujuan, faktor,
sebab sebabnya. Oleh karena itu suatu peristiwa (pandemi virus corona) yang
terjadi dapat merubah perilaku keagamaan seseorang.
Sunnah Nabi, perilaku keagamaan juga perlu
mempertimbangkan posisi Nabi sebagai pemimpin Negara, agama, suami, qhodi, kontekstualisasi hadis tidak
bermakna menentang Nabi, pembangkangan, akan tetapi lebih pada ketaatan kepada Nabi,
kontekstualisasi Nabi bukan berarti teks harus tunduk pada akal, bukan juga
agama harus menyesuaikan diri dengan budaya, kontekstualisasi hadis, sunnah
lebih pada metode memahami hadis secara burhani/memahami konteks sosial budaya,
akan tetapi tidak bisa dilepas dari metode bayani/fanomena kebahasaan, dan
irfani/akal dalam memahami simbol, ada
Beberapa contoh misalnya tentang wanita
tidak boleh bepergian tanpa muhrim, nikah mutah, pakai kudung, salat pakai
sorban, aqiqah potong kambing, zakat profesi dan petani, jidat hitam, pukul
anak kalau tidak salat, masih banyak lagi contohnya, dimana contoh tersebut
perlu dipahami secara tekstual, kontekstual, irfani, bayani, burhani sehingga terjadi integrasi keilmuan.
Apalagi saat ini pandemi global virus corona
menyebabkan perubahan perilaku beragama, misalnya saja hadirnya fatwa MUI
tentang himbauan tidak melaksanakan salat berjamaah di masjid, shaf antara satu jamaah dengan jamaah
yang lain tidak berdekatan, tidak perlu ada salaman setelah salat, perubahan
redaksi azan hayya ala sholah ….., kas
masjid dimanfaatkan untuk membantu menangkal virus corona, berjamaah online,
hal ini dilakukan oleh agama nonmuslim, dalam kondisi seperti inilah dibutuhkan
pemahaman secara kontekstual terkait bencana pandemi global. Bagaimana MUI
mengkaji ayat, hadis, dan sejarah-sejarah lampau, dimana masyarakat dulu
mengalami peristiwa serupa, berdasarkan analisis para ulama yang berpendidikan
dan memiliki kredibilitas yang tinggi, maka lahir berupa fatwa yang melarangan
salat berjamaah untuk sementara waktu.
Tidak ada komentar