Page Nav

5

Grid

GRID_STYLE

IAIN Parepare

IAIN Parepare

Postingan Populer

Classic Header

{fbt_classic_header}

Postingan Populer

Breaking News:

latest

Kontak Sosial dan Pelanggaran Harapan

Muhammad Qadaruddin Abdullah (Ketua Prodi Jurnalistik Islam IAIN Parepare)

Muhammad Qadaruddin Abdullah
(Ketua Prodi Jurnalistik Islam IAIN Parepare)

Opini -- Stay at home, isolasi diri, social distancing sangat bertentangan dengan budaya Indonesia yang menganut “contact culture” kontak mata lebih banyak terjadi, sentuhan lebih sering, dan zone jarak pribadi jauh lebih kecil dibanding pada budaya yang menganut “non contact culture”. Akan tetapi peristiwa yang terjadi mengubah secara drastis norma budaya masyarakat Indonesia, justru ketika ada orang yang berdiri secara tiba-tiba di hadapan kita dengan jarak privasi atau personal, kemudian memegang tangan, maka akan menimbulkan rasa marah, benci. Ini karena kita menilai buruk, negatif orang tersebut, “mungkin membawa virus corona”

Hal membedakan empat macam jarak yang menurutnya menggambarkan ragam jarak komunikasi yang diperbolehkan dalam kultur Amerika yakni jarak intim (0 - 18 inci), jarak pribadi (18 inci - 4 kaki), jarak sosial (4 -10 kaki), dan jarak publik (lebih dari 10 kaki). Terkait dengan keempat macam jarak tersebut kemudian timbul pertanyaan-pertanyaan seperti berikut; Apa yang akan terjadi ketika seseorang menunjukkan tingkah laku nonverbal yang mengejutkan atau diluar dugaan? atau bagaimana persepsi seseorang terhadap tingkah laku nonverbal yang mengejutkan tersebut.

Teori ini bertolak dari keyakinan bahwa kita memiliki harapan­-harapan tertentu tentang bagaimana orang lain sepatutnya berperilaku atau bertindak ketika berinteraksi dengan kita. Kepatutan tindakan tersebut pada prinsipnya diukur berdasarkan norma-norma sosial yang berlaku atau berdasarkan kerangka pengalaman kita sebelumnya (Field of Experience) saat ini virus corana lebih penting dari aturan, norma dalam berinteraksi. 

Terpenuhi tidaknya ekspektasi ini akan mempengaruhi bukan saja cara interaksi kita dengan mereka tapi juga bagaimana penilaian kita terhadap mereka serta bagaimana kelanjutan hubungan kita dengan mereka.

Bertolak dari pernyataan di atas kemudian teori ini berasumsi bahwa setiap orang memiliki harapan-harapan tertentu pada perilaku nonverbal orang lain. Jika harapan tersebut dilanggar maka orang akan bereaksi dengan memberikan penilaian positif atau negatif sesuai karakteristik pelaku pelanggaran tersebut. Pada saat ini tiap orang memiliki harapan bahwa orang yang ditemui di jalan, di kantor atau di tempat umum bisa menjaga jarak.

Ketika ada orang yang tiba-tiba mendekat dengan anda di tengah arus informasi virus corona maka anda akan merasa tidak senang, perasaan ketidak senangan itulah yang kemudian kita menilai sebagai pelanggaran harapan. 

Hal yang penting diketahui pada teori ini selain expectancies-harapan adalah pelanggaran atau biasa dikenal dengan violence penilaian baik-buruk kita kepada orang lain tergantung bagaimana kita menilai orang tersebut, jika kita menganggap bahwa orang tersebut baik, tidak membawa virus maka kita akan menilai positif misalnya keluarga di rumah yang menemani kita stay at home, akan tetapi jika kita menilai orang tersebut membawa virus, maka kita akan menilai negative, misalnya ketika di pasar atau tempat perbelanjaan ada yang menyentuh kita, maka kita akan merasa tidak nyaman, emosi, marah. 

Harapan dibangun dari norma-norma social yang berlaku, beberapa sumber aturan adalah agama dan aturan pemerintah, jika seseorang bertindak di luar dari aturan agama dan pemerintah maka dianggap melanggar harapan, oleh karena itu, ikuti kata ulama dan pemerintah agar memberikan kenyamanan kepada orang lain.


Tidak ada komentar