Muhammad Qadaruddin Survei Badan Pusat Statistik (BPS), misalnya, menyebut 1 dari 3 perempuan usia 15-64 tahun pernah menjadi ...
Muhammad Qadaruddin |
Survei Badan Pusat Statistik (BPS),
misalnya, menyebut 1 dari 3 perempuan usia 15-64 tahun pernah menjadi korban
kekerasan, baik kekerasan fisik maupun kekerasan seksual misalnya saja kasus
yang lagi buming adalah kasus Baiq Nuril yang mengalami pelecehan seksual di
tempat kerja, akan tetapi justru dia yang dilaporkan telah melanggar UU IT.
Menurut KPPPA 3 dari 5 anak perempuan mengalami kekersan emosional dan 1 dari 5
anak perempuan mengalami kekerasan fisik. Terlebih di media sosial, perempuan
menjadi produk seksual, perempuan di media online seringkali dilecehkan secara
verbal, secara visual. Dari fenomena di atas maka salah satu cara untuk
membangkitan perempuan adalah dengan literacy, seperti yang dilakukan salah
seorang pejuang Indonesia adalah Kartini.
Bagaimana masyarakat
memandang perempuan
Perempuan dilihat dari sudut pandang budaya
patriarki, menjadikan laki-laki sebagai penguasa, raja dalam keluarga, Dalam
pesta pernikahan seorang laki-laki akan diberikan posisi yang terhormat,
dilayani dengan hormat, seakan seorang raja. Perempuan seringkali disalahkan
jika anak tidak berperilaku baik di masyarakat “liatki itu anakmu nakal”.
Perempuan dituntut berpenampilan cantik depan suami sementara suami tidak perlu
terlihat gagah.
Perempuan liberal dan sekuler memiliki
konsekuensi sikap bahwa agama adalah hambatan perkembangan negara, ilmu
pengetahuan. Perempuan liberal dan sekuler membuka lebar ruang aktivitas
perempuan, justru perempuan tidak lagi ingin melahirkan, tidak ingin menikah,
karena pernikahan hanya menjadikan perempuan sebagai objek seksual, perempuan
menjadi komunidity.
Perempuan dari sudut pandang feminisme, pengertian
feminisme menurut Alwi (2001: 241) berarti sebuah gerakan sosial yang bertujuan
untuk memajukan kaum perempuan secara politis dan ekonomis. Menurut Ratna
(2010: 184), dalam pengertian luas, feminis adalah gerakan kaum wanita untuk
menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan
direndahkan oleh kebudayaan dominan, baik dalam bidang politik dan ekonomi
maupun kehidupan sosial pada umumnya, tidak beda dengan laki laki dari segi
biologis sehingga perempuan dalam keluarga merupakan subordinat, berperan dalam
reproduksi dan dalam pekerjaan perempuan disubordinatkan, ketidak adilan
gender.
Perempuan dari sudut pandang agama, kita kenal
sosok istri Rasulullah khalijah, ia adalah istri pertama Rasulullah, yang
dinikahi sebelum Rasulullah menjadi utusan Allah, ketika itu khalijah berusia
40 Tahun. Khalijah adalah seorang bangsawan, cerdas, dan cantik. Khalijah
merupakan perempuan yang sangat diidolakan oleh tokoh-tokoh quraisy dan
hartawan terpandang kota mekkah. Namun khalijah, adalah sosok perempuan yang
tidak hanya memandang harta dan kekuasaan, namun juga sifat dan perilaku,
sehingga lamaran itu ada dipihak Rasulullah, selama bersama khalijah Rasulullah
tidak berpoligami. Khalijah telah banyak bekorban harta dan jiwa mendampingi
Rasulullah sejak awal kenabian dalam memperjuangan agama dan penyebaran Islam.
Begitu pula dengan salah seorang pejuang bangsa
Indonesia, Kartini merupakan pejuang perempuan, di tengah budaya jawa yang
begitu kental dengan budaya patriartki, dimana seorang perempuan dianggap hanya
sebagai pelayan laki-laki, hanya pemuas seksual, pernikahan atas keinginan
orang tua, dan penguasa, dipoligami tanpa persetujuan. Perempuan tidak
mendapatan pendidikan, tidak mendapatkan keadilan sosial.
Kartini sendiri mengalami kehidupan demikian,
disaat umur 12 tahun kartini dijodohkan oleh ayahnya, dan umur 25 tahun menikah
dengan seorang bupati rembang, sementara saudara laki-lakinya dikirim sekolah
ke Belanda, nampak ketidak adilan. Realitas inilah yang kemudian membangkitan
semangat perjuangan kartini, meski dia sendiri terlahir dari keluarga seorang
bangsawan, namun dia mampu merasaan bagaimana pahitnya kehidupan perempuan yang
dipaksa menikah dengan penguasa.
Bagaimana Perjuangan perempuan di era literacy
Banyak pejuang
perempuan yang telah berkonstribusi terhadap negara, namun kenapa kartini
dijadian sebagai ikon pejuang kebangitan perempuan. karena Kartini
berjuang bukan dengan senjata, tetapi dengan pena dan tulisannya. Di saat yang
lain berjuang dengan senjata, namun Kartini berjuang dengan media literasinya.
Tulisannya berupa surat-surat untuk sahabatnya Abendanon telah dibukukan
berjudul "Habis Gelap Terbitlah Terang", suatu karya yang fenomenal
sampai sekarang.
Surat kabar De
Locomotief, majalah kebudayaan, ilmu pengetahuan, majalah
wanita De Hollandche Lelie. Buku Max Havelaar, dan Surat-surat Cinta karya Multatuli, De Stille Kraacht karya Louis Coperus, karya Van
Eedden, roman feminis Ny. Goekoop de Jong Van Beek, roman anti perang karya
Berta Von Suttner, Die Waffen Nieder, adalah bahan bacaannya sebelum dan
setelah dia menikah, mengurung diri dalam rumah ”stay at home” dihabiskan dengan membaca
dan menulis ide-ide besarnya. Kartini merupakan pejuang literacy, melalui
literacy kartini memperjuangkan perempuan, kesetaraan gender, keadilan sosial,
pendidikan bagi masyarakat miskin dan perempuan.
Melalui suratnya kepada sahabatnya di erofa,
kartini menceritakan bagaimana ketertinggalan perempuan-perempuan Indonesia
dalam pendidikan. Melalui buku-buku yang dibacanya yang merupakan kiriman dari
sahabatnya di erofa, dia mendapatan inspirasi, sehingga banyak karya kartini
yang kini menjadi ide besar dalam membangun negara.
Saya menbaca satu komentar di FB saat kami
menerbitkan buku coronalogy karya Dosen FUAD beberapa penulisnya adalah
perempuan, dia berkata “jagang remehkan
emak-emak berdaster saat depan laptop” ini berarti bahwa perempuan itu
hebat diranah sosial.
Menulis adalah bukti bahwa kita pernah
hidup, menulis membuat kita hidup sepanjang masa, Karena karya akan senantiasa
hidup. Sayyidina aly alaihissalam, menulis merupakan tali
pengikat ilmu pengetahuan, banyak orang hidup bersama kita meskipun jasadnya
telah terkubur ratusan tahun silam. Al Gasali misalnya, Ibn Klhaldun dll. Menulis
ilmu ibarat anak yang akan tetap kekal
Buya hamka, berdakwah
dalam penjara melalui tulisan dan menghasilkan karya fenomenal “Tafsir
Al-Azhar” Napoleon bonaparte pernah berkomentar “aku lebih suka menghadapi
seribu tentara daripada satu orang penulis”. Kartini memperjuangan keadilan
melalui tulisan di tengah budaya ketidakadilan. Meski raganya terpenjara, namun
jiwanya bebas.
Tidak ada komentar