Nurlaela Yuliasri (Mahasiswa Prodi JI) Sejenak menepi, pada senja yang menawan. Remang-remang sang pujangga kian menarik rasa. Di s...
Nurlaela Yuliasri (Mahasiswa Prodi JI) |
Sejenak menepi, pada senja yang menawan. Remang-remang sang
pujangga kian menarik rasa. Di sudut ruangan berdinding putih polos itu, aku
duduk berdiam diri. Sekiranya malam membawa dingin, tak jua jadi penawar. Reda
yang seharusnya pergi justru membisu di tempat.
Aku mencoba menantang, menabur pelangi di senja kala. Usahaku
gagal, batinku kian menjerit. Bingung, rasa yang membelengguku. Menyarungi jiwa
untuk bersemanyam dalam bait-bait aksara dalam tulisan ini. Ruangan putih ini
menjadi saksi. Pilihanku menemukan titik temu tulisan ini.
Aku bukanlah seorang pujangga yang mahir merangkai kata. Aku
percaya, menulis adalah cara terbaik berkisah, ketika mulut sudah keluh
berteriak dalam sunyi. Aku hanyut, merengek tuk segera diberi seteguk pelepas
dahaga dalam dekapan kata. Angan tetap sama, meski skenario yang terjadi jauh
berbeda dari harapku.
Saban hari, aku merimaji tuk pulang. Aku kembali patah, senandung
rasa yang ingin ku persembahkan untuk tetuaku, harus dibuai oleh jarak. Ribuan
kilometer terwakili oleh kata yang sarat akan makna. Rindu di bilik kasih kian
memupuk, disaksikan gulungan awan yang
perlahan berubah menjadi temaram. Menegelamkan batin yang kian membrontak
acapkali pesan tetuaku di bawa angin malam.
Kilasan kisah yang bertengger manis saat itu menjadi melodi indah kala diri
terombang-ambing oleh ruang dan waktu . Rasaku memuncak hingga meluap ke dasar
laut biru paling dalam. Bibir terasa kelu tuk bersuara. Butiran kristal
seringkali tak tahu malu bersender riang di pelupuk mata. Bergelanyut manja
mengambil posisi untuk membasahi rupa dengan rasa tidak bersalah.
Pulang ke dapur ibu, pintaku setiap waktu. Tiga tahun terakhir ini,
puasa ramadan memang berbeda. Aku ingin pulang, menyaksikan dengan mata suara
ibuku bercerita. Menyeruput tak tersisa olahan makanan dari jemarinya.
Mengamati rupanya, meski usianya tak lagi muda. Aku ingin egois, menghentikan
waktu untuk bersua dengan ibu di dapur istana kami. Bolehkah aku menyulap
waktu?
Tidak ada komentar